KARYA TULIS ILMIAH
MASUKNYA PAPUA BARAT KE
NKRI & LAHIRNYA GERAKAN-GERAKAN PERLAWANAN
(Sebuah
Tinjauan Realita Sosial Penduduk Penduduk Pribumi Papua)
DISUSUN OLEH :
SAMUEL ROHROHMANA
06.132.1673
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM
YOGYAKARTA
2012
I. Pendahluan
A. Latar
Belakang Masalah
Menurut
J. Ottow (1998: 29-30), konflik Papua bermula dari deklarasi wilayah Papua
Barat oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia pada bulan maret 1962, lewat suatu
perundingan antara Belanda dan Indonesia atas perantaraan Amerika Serikat yang
diwakili oleh Ellswort Bunker dihutland Washington. Perundindingan awal tidak
menghasilkan keputusan disebabkan diPapua terjadi ketengangan persinjataan
antara negara pencetus konflik yaitu Belanda dan Indonesia. Akhirnya
dilanjutkan pada bulan juli 1962 oleh kedua negara itu dan berakhir dibulan
agustus, serta menghasilkan sebuah keputusan yang dikenal dengan nama
“perjanjian New York” atau New York Agreement tanggal 15-agustus 1969.
Ketika
pulau penghuni orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting atau
“PapuaMelanesia” diserap masuk kedalam wilayah NKRI wilayah ini dipenuhi dengan
kekerasan dan, kekuasaan diktatorial rezim penguasa yang sampai saat ini masih
bercokol. Presiden pertama RI “Suekarno Hatta” merebut wilayah Papua Barat
dengan Tri Komando Rakyat “ Trikora” yang saat itu didominasi pihak bersinjata
atau militer Indonesia dari berbagai satuan.
Pada
bulan maret 1962 wilayah Papua Barat resmi menjadi anak asuh NKRI berbagai
upaya untuk memasukan wilayah yang penuh SDA ini berakhir dipuncak dengan
tragis, yakni ; mekanisme memasukan wilayah Papua Barat kedalam NKRI dengan
cara yang cukup administratif. Namun nyatanya proses menuju pelaksanaan
plebisit “PEPERA” dilakukan berdasarkan keinginan Jakarta. Setelah berhasil
menyingkirkan kelompok-kelompok oposisi yang dianggap berbahaya, dicurigai
simpatisan OPM yang sangat vocal menyampaikan aspirasi untuk merdeka ditangkap.
Pembentukan dewan musyawarah (DMP) dibentuk sepihak tanpa sebuah kordinasi dan
transparansi yang layak. Brigjen Ali Murtopo mendoktrin tokoh-tokoh
Papua yang dianggap kritis dengan kalimat “ jakarta sama sekali tidak
tertarik dengan orang Papua, akan tetapi jakarta tertarik dengan wilayah Papua.
Jadi orang Papua ingin merdeka sebaiknya rakyat Papua minta kepada Allah agar
diberikan tempat disalah satu pulau disamudra pasifik, atau menyuratilah kepada
Amerika serikat untuk mencari tempat dibulan”. Walaupun M
Hatta megakui bahwa orang Papua adalah ras melanesia yang berbeda dengan
penduduk wilayah Indonesia lain, beliau menegaskan mestinya diberi ruang untuk
mereka menyatakan sikap mereka menjadi sebuah negara yang merdeka.
Setelah
mencermati dan menimbang bahwa proses pepera akan dimenangkan maka tepat tanggal
14, juni 1969 penentuan pendapat rakyat “PEPERA” dilakukan pertama
kali di Meraoke, dan berakhir diJayapura tanggal 2, agustus 1969. Dewan
Musyawarah Papua "DMP" yang memiliki hak suara dibatisi pada hal
penduduk asli Papua pada tahun 1960 - 1970 ± 700.000 jiwa, namun hanya diberi
1026 DMP yang memiliki hak memilih, mereka yang memiliki hak memilihpun
diberikan opsi “ Merdeka bersama NKRI atau Merdeka bersama Papua akan tetapi
mati” yang sesungguhnya adalah satu jiwa satu suara (one soul, one vote ),
meskipun demikian akan ada kosekuensi yang ditanggung oleh mereka yang
menentang keinginan Jakarta. Pada akhirnya proses pelaksanaan plebisit mutlak
dimenangkan pihak Jakarta, semangat patriotisme dan rasa nasionalisme bangsa
untuk merdeka sendiri harus takluk dan ada dalam bayang-bayang ketakutakan
dalam dekade cukup lama, sikap-sikap kekritisan dideteksi lalu kemudian diberi
lampu merah agar tidak melanggar. Peluang bersuara, berserikat serta dengan
bebas menyampaikan keinginan dimuka umum benar-benar mati kutu, ketika rezim
orba masih berjaya masyarakat pribumi Papua dikontrol dari propinsi sampai
kampung atau dari pangdam sampai babinsa. Jika ditemui orang Papua yang
bermimpi tentang nama Papua atau terang-terangan menyebut nama Papua dan
Bintang Kejora tentu dijemput lalu pulang nama.
Banyak
sumber menilai “OPM” adalah lebel separatis ada sumber lain juga yang
mengatakan OPM adalah GPK “ Gerakan Pengacau Keamanan” bagi orang Papua sendiri
menilai bahwa, sebutan separatis dan GPK adalah bentukan Jakarta. Secara
obyektif OPM adalah “ Gerakan perlawanan murni yang lahir dari keresahan dan
rasa dendam orang-orang pribumi Papua, ketika menyaksikan istri dan anak-anak
gadis diperkosa, keluarga dibunuh, saudara ditangkap tanpa alasan yang cukup
relevan. Menurut pengertiannya OPM adalah kependekan dari “Organisasi Papua
Merdeka” jadi berdasarkan subtansinya pengertian ini tidak dapat dikebiri
menjadi pengertian yang dangkal seperti beberapa suber diatas, OPM lahir atas
azas yang luhur namun sulit dipastikan gerakan ini berdiri sejak kapan.
Pasca
reformasi mei 1998 yang berhasil menglengserkan pemimpin rezim orde baru (ORBA)
dari tahta kekuasaanya, ± 32 tahun memimpin NKRI. Berkat reformasi organisasi
atau kelompok-kelompok yang sedikit tidak puas dengan kebijakan ataupun
sistem bermunculan dan kian bercokol didataran West Papua, organisasi dan
gerakan-gerakan perlawanan tumbuh seperti jamur yang bersemi dimusim hujan,
dibawah naungan Mahasiswa-mahasiswa Papua yang menunjukan eksistensi
kekritisannya dengan mendirikan kelompok-kelompok gerakan, misalkan
beberapa dibawa ini, yakni : (FNMPP) Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua,
(AMP) Aliansi Mahasiswa Papua, (KNPB) Komite Nasional Papua Barat,
(GANJA) Gerakan Nasional Anti Penjajahan
Dan
organisasi-organisasi berpayung hukum dan politik bertaraf internasional untuk
Papua juga telah bermunculan dibeberapa negara besar, sebagai alat propaganda
untuk berkampanye isu-isu Papua Merdeka. beberapa lembaga yang bertaraf
internasional terus mengkampanyekan masalah-masalah pelanggaram HAM dan atas
penyelewengan sejarah yang terjadi dibumi Papua masa lalu, maka hadirlah (ILWP)
International Lawyers West Papua (IPWP) International Parliamentarians For West
Papua , dan (WPNCB) West Papua National Cordination Body
B.
Pembahasan
Pada
dasarnya Negara kesatuan Republik Indonesia menganut paham negara demokratis,
menurut kamus bahasa Indonesia demokrasi adalah kerakyatan; pemerintahan atas
azas kerakyatan. Sedangkan definisi dari demokratis sendiri dapat dilihat
dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan bahasa (etimologis) dan tinjauan istilah
(terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk
suatu tempat, dan “cratein” atau“cratos” yang berarti kekuasaan atau
kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi)
adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sedangkan
secara istilah, arti demokrasi diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu:
a. Joseph
A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat;
b.
Sidnet Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa;
c. Philippe
C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah
terpilih;
d.
Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik
merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Affan Gaffar
(2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk, yaitu pemaknaan secara normatif
(demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah
demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan
demokrasi empirik adalah demokrasi yang perwujudannya telah ada pada dunia
politik praktis. Demokrasi empirik dianggap diterima oleh masyarakat karena
dirasakan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat selama ini.
Dengan
demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara,
karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian
negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi
berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Dari
uraian latar belakang masalah diatas bahwa, dengan sendirinya NKRI telah
mencedarai undang-undang dasar tahun 1945 no. 39 tahun 1999 tentang HAK ASASI
MANUSIA (HAM) yaitu : (a). bahwa manusia, sebagai mahluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan
penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh
pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan
martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan
lingkungannya. (b). Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh
karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun; (c). bahwa selain hak
asasi manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu
terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (d). bahwa bangsa Indonesia sebagai
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum
untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai
instrumen yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia; serta, (e).
Disamping itu Indonesia merupakan anggota resmi PBB dan
mengakui Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional. Instrumen yang
terdapat dalam undang-undang Roma yang menjadi landasan instrumen Hak Asasi
Manusia yang diadopsi Indonesia, adalah :
(a).
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, menjadi (UU
no. 11 tahun 2005
(b).
Konvenan Internasional Hak-hak Sosial dan Politik, menjadi (UU No.
12 tahun 2005)
(c).
konvensi Internasional Penghapus Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, menjadi
(UU No. 29 tahun 1999)
(d).
Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi Terhadap Perempuan,
menjadi (UU No. 7 tahun 1984)
(e).
Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan Terhadap Perempuan, menjadi
(UU no. 5 tahun 1999)
(f).
Konvensi Hak-hak Anak, menjadi ( Keppres
No. 36 tahun
2000)
C. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dan latar belakang sejarah, orang Papua sendiri tidak mengakui bahwa
mereka adalah bagian integral NKRI, hal ini merupakan pengakuan (defacto).
tetapi Secara (dejure) wilayah Papua Barat telah menjadi bagian integral yang
utuh tidak dapat dipisah-pisahkan bagaimanapun dan dalam keadaan apapun,
demikianlah komentar orang nomor satu direpublik Indonesia. Dalam sela-sela
pertemuan KTT ASEAN Nusa Dua Bali SBY agustus 2011 lalu, mempunyai
pertemuan penting terkait West Papua pun tercipta dengan orang nomor wahit
Amerika serikat presiden Barack Obama sama-sama sepakat untuk
mensejahtrakan orang Papua dengan Otsus jilit dua bahasa trand-nya
adalah UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. UP4B
merupakan impres No 5 tahun 2008 yang puncaknya ketika KTT ASEAN Nusa Dua Bali
tahun 2011, SBY menyedorkan proposal UP4B dengan dalih memperbaiki
orang Papua dari kemiskinan, ketidaksejahtraan, dan kebodohan yang melembaga
itu. Dari sinilah dapat menarik benang merah bahwa SBY atau pemimpin
siapapun yang merebut kursi nomor satu pada republik Indonesia ini, siap
melakukan apapun asalkan Papua tetap ada dalam cengkraman integral NKRI.
pasca
kongres II tahun 2000 terbentuk team seratus yang dipercayakan rakyat saat itu
untuk mengawal aspirasi rakyat Papua dengan isi tuntutannya adalah; meminta
Pemerintah Pusat memberikan ruang demokrasi untuk rakyat Papua menentukan nasib
mereka sebagai sebuah bangsa yang merdeka. saat itu adalah Prof. Dr. Ir.
Bahharudin Jusuf Habibie, yang menjabat sebagai presiden RI. Yang kemudian
pemerintah pusat menjawabnya dengan UU No. 21. tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus. Kongres Papua III hasilnya atau jawabanya adalah UP4B, orang Papua
minta merdeka pemerintah pusat punya banyak cara untuk Papua tetap tinggal
dalam NKRI.
sikap
tidak puas inilah yang terus menghantui benak putra-putri Papua dan selalu
menentang sistem negara ini dengan berbagai gerak-gerakan perlawanan yang sempat
diuraikan diatas. Masalah integral masuknya Papua Barat ke NKRI ini akan selalu
menjadi hantu dalam mimpi orang Papua yang kian waktu menghantuinya, Papua akan
aman dan Jakarta akan nyaman solusinya hanya satu Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan arif dan bijaksana menyerahkan dan mengakui, pembentukan New Nugea Rad dalam mempersiapkan kebutuhan menjadi sebuah negara misalkan : Menetapkan lagu Hai Tanahku Papua (menjadi lagu Kebangsaan), Menetapkan burung Mambruk (menjadi Lambang Negara), Menetapkan Bintang Fajar yang sekarang dikenal Bintang Kejora (menjadi Bendera Kebangsaan). Maka secara politik Papua tengah mempersiapkan diri menjadi bakal calon sebuah negara, namun lagi-lagi segala upaya-upaya harus kandas atas suksesnya TRI KORA diatas tanah Papua dan segalanya telah bungkam sampai saat ini.
D. Daftar
Pustaka
a. refrensi
1. Aliansi
Mahasiswa Papua & PBHI, Berburu Keadilan diPapua, P_ Idea, Yogyakarta, 2006
2. Sendius
Wonda, SH. M.Si, Jeritan Bangsa, Penerbit Galangpress, yogyakarta, 2009
3. Pius
A Partanto & M. Dahlan Albarry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya,
2001
6. http://suaraperempuanpapua.org
7. UUD
No. 39 tentang HAM tahun 1999, didownload
8. Instrumen
Hak Asasi Manusia Internasional, didownload
b. Wawancara via telp dengan kawan-kawan
1. AMP
2. FNMPP
3. Bpk
S. Mambor
Curriculum
Vitae :
Samuel Rohrohmana
I. Data Peribadi :
Tempat
tanggal lahir : Fakfak, 16 oktober 1985
Jenis
kelamin : Laki-laki
Status
: Belum menikah
Agama
: K. Protestan
Alamat
: Jl. Wijaya GK IV/ 605 timoho- Yogyakarta
Hp
: 082135211723
Email
: samuel.rohrohmana@ymail.com
II. Pengalaman
Kerja
1. Tahun 2007 - 2008, pernah
menjadi relawan Masyarakat Fakfak Anti
Korupsi
2. Tahun 2007 menjadi ketua
panitia Reorganisasi Paguyuban Keluarga
Mahasiswa Fakfak
Papua Se D.I.Y
3. Tahun 2010 diangkat
menjadi pemimpin sidang Rapat Umum Anggota
pada organisasi Paguyuban
Keluarga Mahasiswa Fakfak Se D.I.Y
4. Tahun 2011 menjadi
panitia penyambutan kunjungan peserta Konfrensi
Asia - Afrika
di Universitas Widya Mataram
5. Tahun 2011 ditunjuk menjadi MC memandu
acara natal mahasiswa Fakfak
Se - Jawa - Bali
III. Pengalaman
Organisasi
1.
Tahun 2006 - 2008 terikat dalam anggota Serikat Mahasiswa Indonesia
2.Tahun 2010 bekerja di Ikatan Pelajar
Mahasiswa Papua
3. Tahun 2012 aktif di Aliansi Mahasiswa
Papua cabang Yogyakarta