Penuturan Korban dan Saksi KRP III
- Ingin Melindungi, Malah Batang Hidung Dihantam
Kongres Rakyat Papua III yang sudah digelar 19 Oktober 2011, meninggalkan
luka dan trauma mendalam di bathin para korban dan mereka yang dikorbankan
akibat tindakan arogansi monopoli kebenaran tunggal, serta mengabaikan dan
mengorbankan nyawa, harkat dan martabat kemanusiaan.
Veni Mahuze - Bintang Papua Salah seorang massa kongres saat diamankan aparat
Cristianus Dogopia ( 22) mahasiswa semester V STFT Fajar Timur, anggota
kongregasi Imam Imam Projo Jayapura harus dirawat di rumah sakit Dian Harapan
karena tulang tangan kanannya retak. Saat ditemui Jumat( 28/10) siang di rumah
Projo. Cris dalam keadaan terbalut tangan kanannya, dengan mata lebam, saat
dirawat di rumah sakit, wajahnya bengkak merata sehingga terkesan tak ada
perbedaan antara hidung dan pipi. Cris bercerita, saat kongres selesai dia
berada di halaman rumah Sang Surya, dari jauh dia mengamati aparat melakukan
penembakan, Dalam benaknya berpikir, kira kira kemana arah dan tujuan dari
tembakan itu, rupanya tembakan aparat itu diarahkan ke atas, merata kepada
semua peserta kongres. Pada pukul 15.30 atau jam 04.00 sore aparat lakukan
penembakan itu serentak terdengar dari arah belakang Kampus, berikut dari Jalan
Yakonde dan sepanjang jalan Sosiri padang
bulan. “ Karena arah tembakan aparat merata , peserta kongres diantaranya ada
laki laki, perempuan dan warga yang hanya ingin melihat kongres. Ketika peserta
berlari mencari tempat perlindungan yakni rumah- rumah dosen yang berada di
luar lapangan kongres, saya tetap berdiri dan tidak terpengaruh dengan tembakan
tembakan yang diaragkan aparat, namun saya kasihan dengan orang orang yang
mencari perlindungan, hingga saya mengarahkan mereka dan menunjukkan satu rumah
yang pintunya terbuka agar mereka masuk kesana, termasuk kandang ayam milik
salah seorang dosen, saya arahkan ke kandang ayam sebagi tempat perlindungan
dan saya berteriak dari jauh, tutup pintu dari dalam,” kenangnya. “ Ketika saya
berusaha melindungi seorang pria peserta kongres yang kedapatan ditangkap,
dipukul hingga berdarah darah dan pingsan, saya bermaksud melindunginya agar
tidak mendapatkan perlakuan yang lebih kasar lagi dari aparat, namun ketika
akan melakukan itu, saya dipukul dibatang hidung , dan sempat menangkis pukulan
aparat hingga mengenai tangan, setelahnya saya dibawah masuk ke dalam lapangan
yang dipakai sebelumnya untuk kongres, disana ada kelompok besar orang yang
ditangkap sambil berbaris, di suruh jongkok dan saya masuk dalam kelompok itu,
dibawah ke Polda dalam keadaan berdarah darah bersama peserta kongres lainnya
yang kondisinya sama dengan saya berkesimpah darah disekujur tubuh”.katanya.
Dia dipulangkan pada 20 oktober dan masuk rumah Sakit Dian Harapan untuk menjalani
perawatan. Dari pemeriksaan yang dilakukan di RS. Dian Harapan, keterangan
dokter menyatakan, tangan yang digunakannya melindungi peserta kongres yang
pingsan itu retak hingga perlu perawatan. Dia juga bercerita saat diangkut ke
Polda, mereka ditempatkan di lapangan tenis dan dikelompok kelompokan masing
masing mahasiswa/ pelajar, perempua , laki laki, peserta kongres dan Petapa.
Mahasiswa STFT yang ditangkap dan sempat ditahan di Polda usai digelarnya KRP
III berjumlah 5 orang , mereka berada pada posisi didatangi massa yang mau
menyelamatkan diri, mau tidak mau demi kemanusiaan mereka harus melakukan
perlindungan kepada massa yang mendatangi mereka, mereka tak luput dari tindak
kekerasan aparat, bahkan seorang pastor Yan You ditodong dengan pistol sebanyak
tiga kali oleh aparat yang berbeda diselang waktu yang berbeda pula. Ditempat
yang sama, Daud Wilin( 22) mahasiswa STFT dan Frater Imam Projo yang serumah
dengan Cris Dogopia mengalami hal yang sama seperti rekannya Cris, dia
ditendang dan dipukul dengan senjata tepat dipunggung dan tulang belakang,
hingga gumpalan darah kotor mengumpal di pinggangnya, bahkan dia menuturkan,
masih banyak mahasiswa STFT yang dikejar dan merasa rakut dan trauma melarikan
diri ke hutan . Sampai keduanya ditemui di rumah projo Padang Bulan, nampak
rasa trauma dan ketakutan terlihat diraut wajah dua frater Projo ini, keduanya
mengaku, tidak tenang selalu awas dalam berbagai situasi, apalagi mendengar
bunyi tembakan atau bunyi gaduh, hati bathin mereka masih terbawa dan terbayang
peristiwa dimana keduanya mendapat perlakukan tidak manusiawi dari
Aparat.*/don/l03)
By admin on October 28, 2011
0 komentar:
Post a Comment