Tuesday, January 17, 2012

* Pemerintahan Transisi Republik Federal Papua Barat

Penuturan Korban dan Saksi KRP III
- Ingin Melindungi, Malah Batang Hidung Dihantam

Kongres Rakyat Papua III yang sudah digelar 19 Oktober 2011, meninggalkan luka dan trauma mendalam di bathin para korban dan mereka yang dikorbankan akibat tindakan arogansi monopoli kebenaran tunggal, serta mengabaikan dan mengorbankan nyawa, harkat dan martabat kemanusiaan.

Veni Mahuze - Bintang Papua Salah seorang massa kongres saat diamankan aparat
Cristianus Dogopia ( 22) mahasiswa semester V STFT Fajar Timur, anggota kongregasi Imam Imam Projo Jayapura harus dirawat di rumah sakit Dian Harapan karena tulang tangan kanannya retak. Saat ditemui Jumat( 28/10) siang di rumah Projo. Cris dalam keadaan terbalut tangan kanannya, dengan mata lebam, saat dirawat di rumah sakit, wajahnya bengkak merata sehingga terkesan tak ada perbedaan antara hidung dan pipi. Cris bercerita, saat kongres selesai dia berada di halaman rumah Sang Surya, dari jauh dia mengamati aparat melakukan penembakan, Dalam benaknya berpikir, kira kira kemana arah dan tujuan dari tembakan itu, rupanya tembakan aparat itu diarahkan ke atas, merata kepada semua peserta kongres. Pada pukul 15.30 atau jam 04.00 sore aparat lakukan penembakan itu serentak terdengar dari arah belakang Kampus, berikut dari Jalan Yakonde dan sepanjang jalan Sosiri padang bulan. “ Karena arah tembakan aparat merata , peserta kongres diantaranya ada laki laki, perempuan dan warga yang hanya ingin melihat kongres. Ketika peserta berlari mencari tempat perlindungan yakni rumah- rumah dosen yang berada di luar lapangan kongres, saya tetap berdiri dan tidak terpengaruh dengan tembakan tembakan yang diaragkan aparat, namun saya kasihan dengan orang orang yang mencari perlindungan, hingga saya mengarahkan mereka dan menunjukkan satu rumah yang pintunya terbuka agar mereka masuk kesana, termasuk kandang ayam milik salah seorang dosen, saya arahkan ke kandang ayam sebagi tempat perlindungan dan saya berteriak dari jauh, tutup pintu dari dalam,” kenangnya. “ Ketika saya berusaha melindungi seorang pria peserta kongres yang kedapatan ditangkap, dipukul hingga berdarah darah dan pingsan, saya bermaksud melindunginya agar tidak mendapatkan perlakuan yang lebih kasar lagi dari aparat, namun ketika akan melakukan itu, saya dipukul dibatang hidung , dan sempat menangkis pukulan aparat hingga mengenai tangan, setelahnya saya dibawah masuk ke dalam lapangan yang dipakai sebelumnya untuk kongres, disana ada kelompok besar orang yang ditangkap sambil berbaris, di suruh jongkok dan saya masuk dalam kelompok itu, dibawah ke Polda dalam keadaan berdarah darah bersama peserta kongres lainnya yang kondisinya sama dengan saya berkesimpah darah disekujur tubuh”.katanya.
Dia dipulangkan pada 20 oktober dan masuk rumah Sakit Dian Harapan untuk menjalani perawatan. Dari pemeriksaan yang dilakukan di RS. Dian Harapan, keterangan dokter menyatakan, tangan yang digunakannya melindungi peserta kongres yang pingsan itu retak hingga perlu perawatan. Dia juga bercerita saat diangkut ke Polda, mereka ditempatkan di lapangan tenis dan dikelompok kelompokan masing masing mahasiswa/ pelajar, perempua , laki laki, peserta kongres dan Petapa. Mahasiswa STFT yang ditangkap dan sempat ditahan di Polda usai digelarnya KRP III berjumlah 5 orang , mereka berada pada posisi didatangi massa yang mau menyelamatkan diri, mau tidak mau demi kemanusiaan mereka harus melakukan perlindungan kepada massa yang mendatangi mereka, mereka tak luput dari tindak kekerasan aparat, bahkan seorang pastor Yan You ditodong dengan pistol sebanyak tiga kali oleh aparat yang berbeda diselang waktu yang berbeda pula. Ditempat yang sama, Daud Wilin( 22) mahasiswa STFT dan Frater Imam Projo yang serumah dengan Cris Dogopia mengalami hal yang sama seperti rekannya Cris, dia ditendang dan dipukul dengan senjata tepat dipunggung dan tulang belakang, hingga gumpalan darah kotor mengumpal di pinggangnya, bahkan dia menuturkan, masih banyak mahasiswa STFT yang dikejar dan merasa rakut dan trauma melarikan diri ke hutan . Sampai keduanya ditemui di rumah projo Padang Bulan, nampak rasa trauma dan ketakutan terlihat diraut wajah dua frater Projo ini, keduanya mengaku, tidak tenang selalu awas dalam berbagai situasi, apalagi mendengar bunyi tembakan atau bunyi gaduh, hati bathin mereka masih terbawa dan terbayang peristiwa dimana keduanya mendapat perlakukan tidak manusiawi dari Aparat.*/don/l03)
By admin on October 28, 2011 

0 komentar:

Post a Comment