PAPUAN, Belanda --- Situasi di Papua saat ini
belum kritis. Pasukan PBB akan diturunkan ke Papua jika situasi di sana sangat mendesak
seperti apa yang sementara ini terjadi di Mesir, Yaman, Suria, dan tempat
lainnya, di mana rakyat sipil menuntut haknya dengan demontrasi dan ditanggapi
dengan pendekatan kekerasan militer oleh pemerintah yang berkuasa. Demikian
penegasan Menteri Luar Negeri Belanda, Dr. Uri Rosenthal, pada Kamis (22/12),
pukul 16.30 – 18.00 waktu Belanda, di Gedung Parlemen Belanda, Kota Den Haag,
menjawab tuntutan Parlemen Belanda Bidang Komisi Luar Negeri agar pasukan
pengamanan PBB bisa segera diturunkan ke Papua mengamankan Menurut Rosenthal,
tentang pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, diminta agar harus ada bukti yang
cukup kuat dan jangan simpang siur. “Seperti info yang telah diterima bahwa
korban di Eduda (Paniai) adalah 30 orang, kemudian dari sumber yang lain
disampaikan bahwa 13 orang, kemudian dari info yang lain lagi disampaikan bahwa
hanya 3 orang. Diminta agar laporan benar disertai bukti yang kuat, agar mudah
untuk ditindaklanjuti,” katanya. Terhadap tuntutan Komisi Luar Negeri agar
pemerintah menindaklanjuti keterlibatan pihak asing (Australia)
dalam peristiwa Eduda, Rosenthal menyampaikan bahwa, perusahaan itu adalah
milik Australia
dan Belanda sama sekali tidak mencampuri urusan tersebut. “Namun pemerintah
Belanda tetap akan mengecek hal itu secara langsung ke pemerintah Australia dalam
kunjungan kerja tahun depan nanti,” katanya.
Rosenthal melanjutkan, tentang kerja sama
dibidang militer, Pemerintah Belanda membantu Indonesia bukan dengan motif untuk
membasmi orang pribumi Papua.
Namun, katanya ini akan menjadi catatan khusus
bagi pemerintah kedepannya.
Terkait tuntutan agar pemerintah Belanda hentikan
kerja sama bidang militer dengan Indonesia, menurut Rosenthal hal
tersebut menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah Belanda.
Sementara dalam solusi menyelesaikan permasalah
di tanah Papua, pemerintah Belanda mendukung langkah membangun dialog dengan
pemerintah Indonesia
yang sedang dikerjakan Gereja-Gereja di tanah Papua. “Dalam hal ini dialog
antar pemerintah Indonesia dan Gereja-Gereja Se-Papua akan dilaksanakan,
diharapkan pada bulan januari 2012 segera akan diadakan pertemuan dengan
presiden Indonesia untuk membicarakan masalah Papua,” sebutnya.
“Pemerintah Belanda mengharapkan agar dalam
dialog nanti akan hadir juga organisasi-organisasi sosial politik, NGO, dan
lembaga-lembaga Hak Azasi Manusia (Komnas HAM, dll). Hasil penelitian dari LIPI
akan sangat membantu dalam hal ini,” harapnya.
Lanjut Rosenthal, Pemerintah Belanda akan
berdialog dengan Indonesia
tentang masalah Papua dengan menghargai aturan-aturan internasional yang
berlaku. Pemerintah tidak akan melangkahi kedaulatan RI melainkan akan berusaha
melalui hubungan diplomatiknya untuk mencari solusi tentang penanganan masalah
Papua. Sedangkan terkait kegagalan Otsus, pemerintah Belanda mengatakan Jakarta sendiri saat ini
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah Papua.
“Otsus di terapkan di Papua oleh Jakarta
untuk menjawab tuntutan rakyat Papua, namun yang dikehendaki OPM bukanlah
Otsus, melainkan kemerdekaan penuh terlepas dari Indonesia. Ini yang menyebabkan
terjadinya konflik di Papua,” ucapnya. "Sekali lagi ditegaskan oleh pemerintah
bahwa yang dikehendaki OPM adalah kemerdekaan Papua. Mungkin UP4B juga akan
mengalami nasib yang sama dengan Otsus karena keinginan OPM adalah Papua
Merdeka,” kata Rosenthal. Terkait pendekatan yang digunakan Militer Indonesia,
Rosenthal mengatakan semua hanya karena ulah OPM yang dicap sebagai teroris.
“Sesuai laporan Indonesia,
OPM adalah teroris,” tutur Rosenthal lagi. Namun, Menlu mengaku sekalipun
situasi di Papua belum mencapai tahap kritis, namun kondisi saat ini merupakan
hal yang serius dan patut mendapatkan perhatian.
0 komentar:
Post a Comment